Minggu, 04 Mei 2014

Experience Seoul, South Korea (HARI KELIMA)

Rabu, 16 Januari 2013

Hari kedua KMUN.

Pagi-pagi sekali aku dan Dephie sudah terbangun. Awalnya Dephie yang terlebih dahulu bangun dan mulai membuat suara gaduh. Dia terus berteriak dan berusaha membangunkanku.

"Salju!" berkali-kali Dephie berteriak perlahan seolah takut membangunkan pengunjung lain yang sedang tertidur pulas. Aku segera berlari ke dapur dan benar saja apa yang kami lihat... Salju turun! Itu adalah pengalaman pertama kami melihat hujan salju yang begitu indah. Salju terus saja bergerak turun perlahan seperti es serut yang langsung mencair ketika bersentuhan dengan tangan. Kami sungguh sangat senang melihatnya.



Kami memutuskan untuk segera mandi dan berganti pakaian—terlalu takut jika saljunya akan berhenti. Kami jelas terlihat norak saat itu.


Saat turun ke jalan, kami tidak henti-hentinya memandangi langit di mana salju merangkak turun perlahan. Kami bahkan mulai menangkapi butiran salju itu walaupun orang-orang yang lalu lalang terlihat berusaha menghindari hujan salju di bawah payung mereka sembari berjalan dengan langkah cepat.

Hujan Salju Pertama Kami

Jalanan di Depan Hostel

Setelah puas berfoto-foto, akhirnya kami memutuskan untuk segera menuju Korea University karena kami tidak ingin terlambat terlebih kami tahu benar bagaimana orang Korea jika sudah berhubungan dengan waktu.

Saat kami tiba di Korea University, betapa terkejutnya kami saat menemukan kondisi lapangan utama Korea University yang sudah berlapiskan salju putih. Sepertinya belum ada yang datang ke kampus karena kami sama sekali tidak menemukan jejak kaki di atas hamparan salju dan melihat salju di sepanjang mata memandang sungguh merupakan pengalaman yang tak terlupakan.

Di Lapangan Utama Korea University






***ETIKA BERFOTO***
Kami mengambil foto di setiap jengkal kaki kaki melangkah. 
Kami sangat suka berfoto dengan objek diri kami di dalam foto. 
Jadi jangan heran jika jarang ditemukan foto di mana tidak ada kami di dalamnya. 
Harap dimaklumi.


Dikarenakan kami masih mempunyai banyak waktu sebelum konferensi dimulai, kami mencoba berkeliling kampus. Korea University terlihat begitu modern di setiap ruangannya. Kami melewati perpustakaan yang begitu tertib dan didukung teknologi yang begitu maju. ATM terbesar di mana-masa. Salah satu tempat yang paling kami senangi adalah Unistore yang menjual semua perlengkapan kampus mulai dari buku, survenir khas Korea University, hingga kaos dan jaket almamater kampus. Bahkan Devi menghabiskan 700 ribu rupiah untuk membeli sebuah jaket yang menurutku indah tapi terlalu mahal!! Namun jelas jika mengunjungi Korea University, Unistore merupakan salah satu lokasi yang patut untuk dikunjungi!

Pukul 10 tepat, Committee Session kedua berlangsung. Bagi semua delegasi yang terlambat harus menuliskan note kepada pimpinan untuk mengabarkan keterlambatannya. Saat menjalani sesi kedua KMUN, aku banyak belajar dari teman-teman sesama delegasi tentang bagaimana kemampuan public speaking yang mereka miliki. Selain memiliki kemampuan bahasa Inggris yang bagus, mereka juga memiliki kemampuan berdebat yang luar biasa. Teman sebangkuku, delegasi asal Korea yang mewakili Mexico merupakan salah satu delegasi yang pernah melewatkan masa kecilnya di New York sebelum dia pindah kembali ke Korea untuk kuliah. Jadi bisa dibayangkan bagaimana cara mereka dalam menghidupkan perdebatan dan negosiasi di KMUN.

Suasana di Komite ECOSOC


Kami melewatkan jam makan siang di kantin kampus di mana keteraturan sangat dijaga di sana. Ketika masuk ke kantin, kami dimintai kupon makan yang sudah terlebih dahulu dibagikan pada saat registrasi. Kemudian kami harus berbaris rapi dan mengambil makanan yang sudah disediakan oleh para petugas kantin yang berpakaian rapi ala koki. Makan siang kami cukup enak walaupun ada menu yang tidak halal. Setelah makan siang dan beristirahat sejenak, kami memulai lagi konferensi KMUN hingga jam menunjukkan pukul 7 malam ketika semua delegasi berpisah dan bersiap untuk hari yang panjang keesokan harinya.

Ketika hendak pulang, kami mendapatkan telepon lagi dari Hyeong yang ingin mengajak kami untuk makan malam lagi. Hyeong bahkan meminta kami untuk menunggu di depan gerbang kampus karena dia akan langsung menjemput kami ketika dia pulang dari kantor.



Di Depan Gerbang Utama Korea University

Dikarenakan kantornya yang berdekatan dengan Korea University, tidak lama waktu yang diperlukan oleh Hyeong untuk sampai di kampus dan menjemput kami. Udara malam itu begitu dingin hingga berkali-kali tanganku rasanya mati rasa. Bahkan telinga terasa beku dan bibir mulai mengering.

Kali ini entah ke mana lagi Hyeong membawa kami. Jalanan kota Seoul begitu lancar hingga kami tiba di sebuah restoran tradisional yang ternyata berada di seberang jalan dari apatermen Hyeong. Rupanya restoran ini merupakan salah satu restoran favoritnya.

Di dalam restoran sudah menunggu istri dan kedua anak Hyeong. Di sana pula kami bertemu kedua junior Hyeong yang tempo hari ikut makan malam bersama kami. Namun beberapa teman Hyeong juga ikut hadir sehingga malam itu menjadi begitu ramai dan penuh rasa kekeluargaan.

Beragam Makanan Khas Korea melimpah di atas Meja
Kami dihadapkan pada satu meja panjang yang penuh dengan makanan yang melimpah. Sakingnya banyaknya makanan yang tersedia hingga aku bingung mana makanan yang seharusnya kumakan terlebih dahulu. Saat itu pula di atas meja aku melihat sebuah minuman lain yang tidak kami temukan di malam terakhir kami makan bersama Hyeong. Mereka menyebutnya Makoeli yakni sejenis minuman beralkohol yang mirip tuak jika di Indonesia. Dari penampilannya, Makoeli terlihat seperti susu cair. Karena berasumsi jika minuman itu akan memiliki rasa yang tidak pas dengan lidahku, berkali-kali aku menolak tawaran Hyeong dan lebih memilih untuk minum soju. Walaupun suatu saat di malam dingin di Seoul, aku baru akan menyadari jika Makoeli merupakan salah satu minuman beralkohol paling enak yang pernah kuminum.

Salah satu makanan penutup unik yang diberikan Hyeong adalah sejenis beras gosong yang menempel di panci lalu dituangkan air putih. Rasanya sangat aneh dan aku sama sekali tidak menyukainya. Namun orang Korea sangat menyukai makanan itu karena dulu di waktu perang dan zaman kesusahan orang Korea, mereka tidak punya banyak makanan sehingga mereka terpaksa memakan nasi gosong yang hanya dituangkan air lalu dimakan. Aku dan Dephie sesungguhnya sangat terharu dengan apa yang dilakukan Hyeong kepada kami. Hyeong berusaha memilih makanan yang belum pernah kami makan seolah ingin kami mencoba semua makanan tradisional Korea.

Setelah selesai makan malam, kami akhirnya keluar dari restoran di tengah udara yang begitu dingin menusuk dan perut yang kenyang. Tapi sepertinya Hyeong masih tidak puas karena ketika berjalan di trotoar, kami mulai memasukki sebuah restoran lain lagi.

Sesaat aku dan Dephie saling memandang. Kemungkinan makan tiga kali yang berlangsung tempo hari akan terjadi lagi. Padahal kami sungguh sudah sangat kenyang. Tapi kami tidak ingin mengecewakan Hyeong terlebih berkat semua kebaikannya, kami masih ingin berlama-lama bersama keluarganya.

Untunglah di restoran kali ini kami tidak makan makanan berat dan hanya makan buah-buahan dan sup buah. Namun sup buah di sini sangat segar dan begitu nikmat. Kami melewatkan beberapa waktu bersama.

Sop Buah yang Terasa Begitu Segar di Tengah Udara Dingin Seoul

Setelah puas makan sop buah kami meninggalkan restoran dan mulai berpisah dengan istri Hyeong dan kedua anaknya. Mereka kemudian berjalan kaki menuju apartermennya yang ada di seberang restoran. Hyeong dan juniornya kemudian mengantar kami pulang ke hostel. Kami sungguh beruntung bisa bertemu Hyeong yang begitu menjaga kami ketika kami jauh dari keluarga.

Tiba di hostel, sepertinya Hyeong masih belum puas mengenalkan kami pada makanan Korea karena kemudian dia mulai mengajak kami masuk ke sebuah restoran tradisional yang terletak di salah satu gang di samping hostel kami. Aku dan Dephie sebenarnya sudah menolak ajakan itu karena tidak mungkin lagi kami makan terlebih sepertinya membeli makanan jika tidak dimakan akan sangat disayangkan. Namun Hyeong bersikeras jika restoran yang akan kami masuki merupakan restoran yang berbeda dan menu makanannya juga belum pernah kami coba.

Dan benar saja, restoran yang kami masuki merupakan salah satu restoran yang menyediakan menu makanan tradisional Korea. Dengan perut yang masih kenyang, aku berusaha makan lagi walaupun memang benar seperti kata Hyeong, makanan di restoran itu sangat enak!

***KEBIASAAN MAKAN DI KOREA***

Di restoran tersebut ada dua pria lain yang juga sedanag makan. Namun dari gelagatnya, sepertinya mereka lebih sibuk mengobrol dibandingkan menikmati makanannya. Sejak saat itu aku sadar jika orang Korea (umumnya pria) sangat suka berkumpul dengan teman-temannya dan menjalin hubungan yang erat dengan senior dan juniornya. Sehingga bisnis rumah makan di Korea sangat laris karena sebagian besar mereka akan menghabiskan waktu di luar jam kerja untuk mengobrol bersama teman dibandingkan menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga.
PS: Bahkan istri Hyeong mengeluhkan Hyeong yang lebih sering menghabiskan waktu untuk makan-makan di luar bersama teman-temannya..


Akhirnya setelah makan untuk ketiga kalinya, kami diantar kembali oleh Hyeong ke hostel dan malam sudah sangat larut. Membayangkan besok akan ada hari yang panjang di mana KMUN akan berlansung membuat kami segera memutuskan untuk beristirahat.

Seoul memang kota penuh kejutan! Dan dengan adanya Hyeong, kami tidak akan pernah ragu tersesat di kota sebesar Seoul.

Selamat malam, Hyeong... kami sangat merindukanmu....

***RINCIAN PENGELUARAN***
Nol rupiah
 


1 komentar: