Jumat, 25 April 2014

Experience Seoul, South Korea (HARI KETIGA)

Senin, 14 Januari 2013

Pagi itu kami terbangun sekitar pukul 8. Udara di dalam kamar terasa begitu panas karena pemanas yang digunakan pemilik hostel. Salah satu kelemahan jika memilih kamar tanpa jendela adalah kami harus sering-sering membuka pintu supaya tidak kepanasan. Ironis memang, ketika kami berjalan ke dapur udara terasa begitu dingin terlebih jika tidak mengenakan sandal, namun udara di dalam kamar justru terasa panas.

Setelah mandi dan sarapan di dapur (saat itu kami masih belum menyadari jika nasi yang tersedia di dapur boleh di makan) kami mulai merencanakan akan ke mana hari itu. Perjalanan ke Korea yang begitu mendadak dan tanpa rencana yang matang justru membuat liburan kami lebih menantang dan menyenangkan. Setelah berbicara panjang lebar, hari itu kami memutuskan untuk berbelanja pakaian musim dingin di salah satu pasar tradisional paling terkenal di Korea: Pasar Namdaemun. Kami dengar jika barang-barang yang dijual di Namdaemun adalah yang termurah dan merupakan tempat wisata yang sayang untuk dilewatkan seperti halnya jika ke Bali tanpa ke Pasar Sukowati atau ke Bangkok tanpa ke Chatucak Market. 

Pagi itu kami juga mencoba untuk menghubungi teman Korea kami yang menetap di Seoul, yaitu Hye Jin dan Hyeong-ku. Hye Jin sesungguhnya adalah teman Dephie ketika dia mengikuti pertukaran pemuda di tahun 2008 dulu di Korea. Saat ini Hye Jin sudah bekerja di Kedutaan Besar Nepal untuk Korea di Seoul. Hye Jin meminta kami untuk mampir ke kantornya mendekati jam makan siang dan dia begitu senang bisa reunian kembali dengan Dephie setelah sekian lama.

Sementara itu respon yang cukup berbeda datang dari Hyeong-ku (Dephie memanggilnya Manager Lee). Sebagai informasi, pada bulan Juni tahun 2011, aku dan Dephie pernah menjadi volunteer sebagai Laison Officer (LO) untuk pertandingan basket persahabatan Sister City di Jakarta yang mengundang 3 negara sahabat yakni Jepang, Thailand, dan Korea Selatan. Untunglah saat itu aku menjadi LO untuk delegasi Korea Selatan sementara Dephie menjadi LO untuk delegasi dari Thailand. LO sendiri merupakan job volunteer yang paling kami sukai karena bisa bertemu banyak orang dari berbagai negara dan sekaligus menjalin persahabatan.

Saat itu, Mr. Lee atau yang kupanggil Hyeong ini merupakan salah satu manajer dari Dinas Pemuda dan Olahraga Korea yang membawa 15 mahasiswa dari jurusan Olahraga Korea University ke Jakarta untuk bertanding basket selama 9 hari. Maka karena menjadi LO-nya langsung, aku dan Dephie menjalin hubungan yang begitu akrab dengan Hyeong dan semua pemain basket yang rata-rata seumuran dengan kami. Kami sangat senang mendapatkan kesempatan yang begitu istimewa dalam menjalin persahabatan antar negara.

Singkatnya, aku dan Dephie hanya iseng menghubungi Hyeong karena kami kira sudah jauh-jauh kami ke Korea dan sudah berselang 2 tahun sejak pertama kalinya kami bertemu tentu sudah sepantasnya kami mengucapkan salam dan mengobrol singkat. Namun yang mengejutkannya adalah respon Hyeong begitu positif ketika mendengar kami berada di Seoul. Dia bahkan begitu senang dan langsung datang menuju hostel kami tepat beberapa menit sebelum kami akan mulai berkeliling kota Seoul.

Hyeong mengaku cukup kesulitan untuk mencari hostel kami karena lokasinya yang tidak terdaftar di peta. Namun ketika pertama kalinya melihat Hyeong lagi, kami begitu senang dan begitu pula dengan Hyeong. Pagi itu Hyeong justru membolos dari kantor untuk menemui kami. Dia berpesan jika nanti malam dia akan datang lagi ke hostel untuk menjemput kami dan membawa kami untuk makan malam bersama keluarganya. Kami sungguh sangat terharu mendengarnya.

Bersama si Best Hyeong Ever di Cheonggyecheon Stream

Setelah Hyeong kembali ke kantornya, kami memutuskan untuk segera memulai perjalanan kami terutama karena kami harus bertemu dengan Hye Jin di jam makan siang nanti.

Dan benar saja... ketika kami pertama kali menginjakkan kaki kami di jalanan kota Seoul yang basah dan sebagian tertutup salju, kami bisa merasakan sensasi musim dingin yang begitu luar biasa. Udara di luar begitu dingin hingga wajah kami terasa membeku.

***KATANYA...***
Menurut salah satu teman Korea-ku, saat ini musim dingin di Korea berlangsung lebih lama dan lebih dingin dari yang pernah mereka alami. 
Hal ini dikarenakan perubahan cuaca dan global warming yang sedang berlangsung saat ini.

Kami berjalan dengan baju berlapis dua dan mantel tebal, namun tetap saja udara yang dingin terus saja menerjang wajah kami. Setiap kali kami berbicara pasti ada uap yang berhembus dan tangan terasa mati rasa karena rasa dingin yang begitu kuat. Hal ini membuat kami harus mengenakan sarung tangan (dengan kebiasaan orang Indonesia, sarung tangan jelas bukan barang yang biasa ditemui dan mengenakannya jelas sangat tidak nyaman dan menyulitkan) dan kupluk yang sudah kami bawa dari Indonesia. Namun tetap saja bibirku dengan sangat cepat mengering dan pipi menjadi kebas. Selain itu telinga yang dingin akan terasa sangat sakit ketika disentuh.

Banyak sekali kafe di Seoul

Ada Park Yoo Chun di atas sana...

Jalanan kota Seoul yang bebas macet
Namun itulah sensasi musim dingin. Kami tidak pernah menganggap itu sebagai sebuah halangan namun justru sebaliknya kami sangat menikmati udara dingin segar yang terus saja kami hirup. Kami bahkan memutuskan untuk berjalan kaki menelusuri jalanan kota Seoul yang ramai dan bersih.

***INFORMASI SEPUTAR KOTA SEOUL***
  1. Seperti halnya di Indonesia, di jalanan kota Seoul kita akan sering menjumpai para pegadang kaki lima yang berjualan di trotoar jalan. Dagangan mereka antara lain makanan seperti roti, sate ikan atau babi, dan makanan tradisional Korea lainnya. Selain itu karena sedang dilanda demam K-Pop, kita dengan muudah bisa menemukan banyak aksesoris mengenai K-Pop mulai dari poster, CD lagu, notes, payung, kalender, mug dan masih banyak lagi dengan tampang para artis K-Pop terjiplak jelas.
  2. Di Korea mobil-mobil yang berseliweran di jalanan umumnya hanya mobil asal pabrikan Korea dan Eropa.
  3. Di jalanan sangat jarang ditemukan pengendara motor. Dan jikapun ada, pengendara motor sepertinya sering ugal-ugalan karena mereka bisa mengakses trotoar jalan dan bisa memutar ke manapun mereka inginkan.
  4. Di kota Seoul, banyak sekali gedung-gedung perbelanjaan dan perkantoran yang menjulang tinggi dengan TV layar raksasa yang menampilkan banyak wajah familiar bagi orang Indonesia (maksudnya artis-artis K-Pop). Selain itu, di setiap sudut jalan bisa dengan mudah kita temukan kuil-kuil yang masih dijaga dan berdiri dihimpit gedung-gedung perkantoran. Maka tidak heran jika kami bisa mengatakan bahkan Korea adalah negeri modern tanpa meninggalkan unsur tradisionalnya.
Banyak sekali kuil dan bangunan tradisional di tengah kota

Kuil lain di sekitar Distrik Jonggak 

Sejenis Tugu yang dibangun di tengah kota

Jalanan sepi di Seoul

Deretan pepohonan tanpa daun


Kami hanya berjalan mengelilingi kota dan sesekali masuk ke dalam pertokohan dan Lotte Departemen Store yang tampak berdiri kokoh. Lotte sendiri merupakan perusahaan asal Korea yang sangat sukses baik di Korea maupun di luar negeri (termasuk Indonesia). Setelah puas berkeliling dan melihat jajanan tradisional masyarakat Korea, kami akhirnya memutuskan untuk segera menuju ke Kedutaan Besar Nepal untuk mencari teman kami Hye Jin. Kami memilih untuk naik MRT karena sangat tidak dimungkinkan untuk berjalan kaki. Untuk menggunakan Seoul City Pass sangatlah mudah dan hampir mirip seperti yang sering kami gunakan selama di Singapura. Untuk tiket sekali jalan, mesin di pintu masuk MRT akan memotong saldo kita sebesar 10.500 rupiah untuk semua jarak dekat. Namun ketika memasuki stasiun-stasiun MRT di Seoul, jangan berharap kita diberi banyak kemudahan seperti di Singapura karena sebagian besar stasiun MRT di Seoul mengusung tema yang hampir mirip dengan MRT di Paris yang tidak menyediakan eskalator sehingga kita harus puas dengan menaiki dan menuruni tangga. Sementar itu jika kita bertemu dengan stasiun interchange, kita harus berjalan cukup jauh untuk sampai di statiun berikutnya.

***TEKNOLOGI DI KOREA***
Korea adalah negara yang sangat maju terutama jika berkaitan dengan teknologi dan jaringan internet. Selain itu orang-orang Korea (walaupun dengan keterbatasan dalam berbahasa Inggris) umumnya sangat ramah dan suka menolong. 
Buktinya, beberapa kali kami tersesat dan menanyakan jalan maka orang-orang Korea yang kami temui akan langsung mengeluarkan smartphone mereka dan menunjukkan jalan kepada kami. Bahkan beberapa kali kami justru diantarkan hingga ke tempat yang ingin kami tuju padahal kami tidak memiliki arah tujuan yang sama.

Untuk sampai di Kedutaan Besar Korea, kami masih harus berjalan kaki dari stasiun MRT terdekat dan berjalan kaki di Korea adalah perjuangan yang begitu berat. Hal ini disebabkan struktur tanah di Seoul tidak rata dan berbukit. Sehingga tidak heran jika terkadang kita tidak bisa melihat di mana ujung jalan karena di hadapan kita adalah jalanan berbukit kecil dan ketika melewatinya, kita akan menemukan jalanan yang menurun dan kembali lagi kita akan menemukan jalanan mendaki. Mungkin itulah sebabnya orang di Korea pada umumnya tidak berbadan gemuk karena mereka sudah terbiasa berjalan kaki dengan medan yang berat. Di tengah udara dingin seperti itu, jalan kaki menjadi sebuah pengalaman yang baru bagi kami.

Kami sampai di Kedutaan Besar Nepal di Seoul tepat pada jam makan siang sehingga Hye Jin bisa keluar kantor dan mengajak kami untuk makan di restoran favoritnya yang berjarak tidak jauh. Hye Jin sangat senang ketika akhirnya bertemu lagi dengan Dephie. Siang itu kami ditraktir makanan berbentuk berat yang dibentuk bulat kecil seperti kelereng dan soup rumput laut. Awalnya aku masih kesulitan makan makanan Korea terutama kimchi (sampai saat inipun aku masih tidak suka kimchi) namun restoran yang kami kunjungi cukup nyaman dan pelayanan yang begitu ramah. Tentu saja semua makanan di Korea selalu menyediakan kimchi, bahkan apapun menu makannya. Setiap kami makan, pasti selalu ada sepiring kimchi di atas meja dan orang Korea tidak merasa makan tanpa makan kimchi.


Setelah mengobrol dan melepaskan kangen, akhirnya kami terpaksa harus berpisah dengan Hye Jin karena jam istirahat makan siangnya telah selesai. Setelah mengucap salam perpisahaan, kami akhirnya memutuskan untuk meneruskan perjalanan kami yaitu menuju Namdaemun Market yang hanya berjara 15 menit jika berjalan kaki dari kantor Hye Jin. Namun untuk sampai di sana memang dibutuhkan perjuanan karena kami harus kembali mendaki jalanan berbukit. Ketika hendak ke Namdaemun Market, kami bisa melihat jika Seoul Tower menjulang tinggi di kejauhan. Namun kami tidak memasukkan Seoul Tower sebagai destinasi wisata kami di Seoul karena kami tidak melihat ada yang benar-benar istimewah dari menara itu. Akhirnya setelah meneruskan perjalanan dan melewati beberapa kasino dan bangunan besar, kami akhirnya sampai di Namdaemun Market.

Namdaemun Market sesungguhnya sebuah pasar tradisional yang menjual beragam jenis barang dan berada di luar ruangan seperti Pasar Chatuchak di Bangkok. 

Keadaan di Namdaemun Market. Semua yang kita inginkan ada di sini!
Di pasar ini menjual semua yang kita perlukan, mulai dari pakaian (produk utama), survernir, makanan hingga perabotan rumah tangga. Kami sangat senang berbelanja di Namdemun karena bisa melihat bagaimana keadaan masyarakat Korea secara langsung. Di pasar ini banyak sekali barang yang diobral dengan harga yang begitu murah. Para pejualnya juga begitu baik, ramah dan senang bercanda. Walaupun udara dingin begitu menusuk kulit, namun semuanya itu lama kelamaan menjadi pudar karena kami keasikan berbelanja. Hari itu kami mendapatkan banyak syal dengan harga murah dan juga aku berhasil mendapatkan sebuah mantel musim dingin yang dijual dengan harga 100 ribu rupiah saja.

***TOILET DI NAMDAEMUN MARKET***
Saat hendak pergi ke toilet di Namdaemun Market, aku sempat kesulitan untuk mencari di mana toilet pria karena setiap kali aku bertanya di mana toilet kepada para penjual, mereka akan selalu menunjuk ke arah yang sama: toilet yang di dalamnya penuh perempuan. Awalnya aku sempat heran, namun ternyata ketika aku masuk ke dalamnya, aku bisa menemukan jika di antara 4 bilik toilet yang tersedia, satu diperuntukan kepada pria. Ini sungguh menjadi pengalaman yang unik karena belum pernah aku menemukan jika ada toilet perempuan dan pria yang digabung seperti di Pasar Namdaemun ini.

Setelah berkeliling cukup lama di Namdaemun, tidak disangkah kami sudah menghabiskan berjam-jam waktu kami berbelanja. Maka karena hari sudah mulai sore dan kami ada janji makan malam bersama Hyeong, kami segera memutuskan untuk kembali ke hostel untuk bersiap-siap dijemput Hyeong untuk makan malam.

Untuk sampai kembali ke hostel sangat mudah dengan menggunakan MRT. Saat berjalan menuju hostel, kami mampir ke penjual roti di pinggiran jalan. Kami tertarik melihat roti yang begitu besar (sebesar mangkok mie) yang hanya dijual dengan harga 10 ribu rupiah padahal harga untuk sate ikan satu tusuk saja dibandrol seharga 30 ribu di Korea. Karena terlihat enak, kami memutuskan untuk membeli roti itu. Namun apa yang terjadi, ternyata roti itu sengaja dipanggang berbentuk mangkok hingga mengembang padahal tidak berisikan apapun. Sungguh tidak ada jajanan yang murah di Korea.

Setelah sampai di hostel, mandi dan bersiap-siap, sekitar pukul 6 sore, Hyeong sudah tiba di hostel kami dan segera mengajak kami untuk berangkat bersama mobilnya. Kami begitu senang karena di dalam mobilnya, anak laki-lakinya yang berumur 10 tahun yaitu Eeu Jin sudah menunggu kami. Eeu Jin masih tampak malu-malu karena kesulitan berkomunikasi, terutama kepadaku karena aku sama sekali tidak bisa berbahasa Korea. Akhirnya mobil melaju membawa kami menjauhi hostel hingga melewati Gwanghwamun yang tampak indah dibalut lampu-lampu di malam hari hingga perlahan mobil mulai masuk ke jalanan berkelok. Aku bahkan sama sekali tidak tahu ke mana tujuan kami malam itu.

Sekali lagi aku disadarkan jika orang Korea sangatlah melek terhadap teknologi. Di mobil Hyeong dilengkapi dengan GPS yang benar-benar menggambarkan bagaimana kondisi jalanan yang sedang kami lalu dan benar-benar bisa berfungsi dengan baik.

***INFORMASI KURANG PENTING***
Di Jakarta, aku juga pernah beberapa kali menggunakan GPS di smartphone sebagai penunjuk jalan. Namun bukannya membantu, terkadang fasilitas peta yang tersedia di smartphone justru tidak beroperasi maksimal dikarenakan koneksi internet yang tidak memadai. 
Andaikan kecepatan internet di Indonesia bisa sebagus Korea, semua teknologi yang diciptakan akan bisa dimanfaatkan dengan maksimal pastinya.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya mobil menepi dan kami masuk ke dalam sebuah restoran sederhana. Di sana, istri Hyeong dan putrinya Se Hyeon sudah menunggu kami. Mereka begitu senang bertemu dengan kami dan begitu juga kami. Selain itu, Hyeong juga mengajak beberapa temannya untuk ikut makan malam bersama kami. Makanan kami berlimpah hingga aku ragu bisa menghabiskan makanan sebanyak itu. Suasana malam itu terasa begitu akrab dan menjadikannya salah satu malam terbaik kami di Korea.


Barbeque daging sapi dan Kimchi (padahal aku sama sekali tidak suka Kimchi)
Jamur dan tauge di Korea adalah yang paling enak
Kondisi meja makan kami
Bersama keluarga Hyeong

Bersama Hyeong

***KEBIASAAN MAKAN DI KOREA***
Tata cara makan di Korea sungguh berbeda dengan tata cara makan di Indonesia.
  1. Orang Korea itu sangat menjunjung tinggi kebersamaan sehingga tidak heran jika makan di Korea tidak disediakan sendok atau sumpit khusus untuk mengambil lauk pauk. Semua digunakan dengan sumpit dan sendot yang kita gunakan untuk makan.
  2. Orang Korea sangat cinta dengan minuman tradisional mereka: Soju. Sehingga tidak heran jika dalam setiap kali acara makan bersama, soju tidak pernah ketinggalan. Namun anak-anak Hyeong tidak ada yang minum soju. Mereka hanya minum air putih dan juga minuman bersoda. Tapi aku sangat suka soju! Soju di Korea jelas terasa lebih enak dan harganya sangat murah (kurang lebih 30 ribu perbotol). 
  3. Karena kuatnya sikap senioritas, setiap kali ada acara makan malam bersama, Hyeong pasti selalu mengajak juniornya untuk makan bersama dan juniornya harus "melayani" Hyeong dan orang-orang yang lebih tua dari mereka mulai dari menuangkan minuman setiap kali gelasnya kosong, membuka botol minum, hingga memanggil pelayan toko jika ingin menambah makanan.
  4. Orang di Korea makan dengan menggunakan piring dan menu-menu atau side dish yang sangat banyak sekali sehingga tidak heran akan terlihat banyak piring-piring kecil dengan beragam isi yang berbeda (tidak terbayang kan gimana capenya saat mencuci piring).
  5. Orang Korea suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya mengobrol sambil makan di restoran. Bahkan dilakukan hampir setiap hari untuk lebih memupuk pertemanan di antara senior dan junior. Sehingga tidak heran restoran merupakan bisnis yang paling menjamur di Korea.
  6. Kimchi... kimchi... dan kimchi... selalu ada di meja makan. Apapun menunya.

Di depan restoran

Setelah kami selesai makan malam dan rasanya sudah sangat kenyang, akhirnya kami semua pergi meninggalkan restoran. Di luar udara semakin dingin karena malam sudah turun. Tapi Hyeong malah mengajak kami berjalan ke pinggir sungai yang sudah membeku dan memulai perang salju. Kami bermain-main bersama salju yang membeku dan rasanya sungguh menyenangkan.


Bermain salju di pinggiran sungai yang membeku

Akhirnya setelah puas bermain, kami mengira jika Hyeong akan segera mengantar kami pulang ke hostel karena hari sudah cukup malam. Kami harus mempersiapkan diri untuk mengikuti konferensi Korea Model United Nations (KMUN) esok terlebih karena ide untuk ikut KMUN yang mendadak dan terlalu sibuk merencanakan perjalanan kami ke Korea, kami sama sekali tidak melakukan persiapan untuk mengikuti KMUN. Parahnya, ini akan menjadi konferensi MUN pertama kami dan kami bahkan belum mengerti banyak dengan apa yang seharunya kami lakukan esok.

Lalu tanpa diduga, Hyeong mengajak kami dan keluarga serta teman-temannya menyebrangi jalan dan mulai masuk ke restoran yang berbeda. Kami bahkan kaget karena kami tidak tahu kalau kami akan makan lagi. Restoran kali ini berbeda dengan restoran sebelumnya karena di restoran ini hanya tersedia daging dan usus babi.

Banner besar di luar restoran

Karena aku dan Dephie non-muslim sehingga kami tidak berkeberatan makan malam untuk kedua kalinya. Sekali lagi, kimchi dan soju tidak pernah kosong dari meja makan kami.

Menu Makanan utama

Bersama putra dan putri Hyeong

Hyeong dan Kedua Juniornya

Acara makan malam kedua berlangsung seru namun kami sudah lumayan kenyang sehingga kami tidak makan terlalu banyak. Kami bahkan menyisakan banyak makanan dan terasa begitu sayang untuk dibuang begitu saja. Setelah banyak mengobrol dan berbagi cerita tentang kehidupan di Indonesia, kami akhirnya memutuskan untuk pulang karena malam sudah semakin larut dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Setelah mengucapkan salam perpisahan dengan istri dan anak-anak Hyeong, kami akhirnya kembali ke dalam mobil bersama Hyeong dan dua juniornya untuk membawa kami pulanng ke hostel.

Namun satu hal yang menarik adalah bukan Hyeong yang mengendarai mobil kali ini melainkan seorang pria asing yang disewa Hyeong untuk membawa kami kembali ke hostel. Ternyata setiap kali menghabiskan makan malam dan berkumpul bersama teman, pria-pria di Korea pasti mabuk karena minum banyak soju sehingga mereka akan menyewa supir untuk mengendarai mobil mereka. Sungguh ini merupakan salah satu kenyataan jika orang-orang Korea sangat patuh terhadap hukum dan mengerti bahaya jika mengendarai mobil dalam keadaan setengah mabuk.

Saat melewati jalanan kembali ke hostel, muncul ide Dephie untuk mampir ke pasar Dongdaemun karena terdapat pasar malam di sana. Seperti biasa, jiwa belanja Dephie mulai kumat lagi karena dia masih belum puas berbelanja di Namdaemun Market. Sehingga kami meminta Hyeong untuk mengantarkan kami ke Dongdaemun dibandingkan jika kami harus pulang ke hostel. Namun Hyeong tidak hanya menurunkan kami di Dongdaemun Market namun dia dan kedua juniornya juga ikut menemani kami. Sepertinya dia begitu kuatir jika kami mungkin tersesat. Namun bukannya memberikan kami kesempatan untuk berbelanja, Hyeong malahan mengajak kami untuk masuk ke restoran tradisional Korea lainnya dan mulai memesan makanan lagi.

Oh no!!

Kami sungguh speechless saat itu karena kami tidak sanggup untuk makan lagi. Namun karena kebaikan Hyeong, kami sungguh tidak tega menolak tawarannya.

Hyeong dan juniornya. Makam malam ketiga! Phew...

Fotonya Blur karena Diambil sama Kakek-Kakek yang Punya Restoran

Seperti kata Hyeong, restoran ketiga yang kami masuki malam itu adalah restoran paling khas dan tradisional di Korea. Hyeong sangat ingin kami mencicipi semua makanan Korea dan dia begitu senang karena kami suka makan dan suka makanan Korea. Menu makanan kali ini adalah babi rebus dengan kimchi dan soju yang tidak pernah kosong dari atas meja.

Baru berselang beberapa menit ketika kami memulai makan, teman Hyeong yang lain datang. Pria itu berbadan kekar dan berwajah serius. Dia masuk dengan langkah tegap dan kedua junior Hyeong memperlihatkan jika mereka begitu menghormati teman Hyeong tersebut. Mereka bahkan begitu rajin melayaninya makan. Pria inilah yang membayar makanan di restoran malam itu.

***TEKNOLOGI DI KOREA***
Semua orang di Korea sepertinya mempunyai sebuah kartu sakti yang bisa digunakan untuk bertransaksi baik di restoran maupun ketika menggunakan transportasi umum. Sehingga tidak heran jika mereka jarang menggunakan uang tunai. Bahkan untuk restoran tradisional yang terlihat mirip warteg di Indonesia, pembayaran dilakukan dengan menggunakan kartu sakti mereka yaitu kartu kredit.


Junior Hyeong yang suka melucu

Di luar restoran

We love you Hyeong

Setelah selesai makan, kami akhirnya keluar restoran dan memutuskan untuk pulang karena hari sudah begitu larut dan kami mampunyai agenda penting esok hari. Namun teman Hyeong yang berbadan tegap itu berjalan di antara pertokohan di Namdaemun dan meminta kami untuk mengambil apa saja yang kami inginkan. Aku dan Dephie tercengang beberapa saat dan saling memandang. Awalnya kami mengira jika pria ini kemungkinan besar adalah ketua mafia atau bos preman di Dongdaemun karena ketika pria ini lewat saja, hampir semua pedagang menyampaikan salam dan begitu hormat kepadanya. Terlebih sekarang dia meminta kami untuk mengambil apa saja yang kami inginkan??

Karena kami berdua menolak untuk mengambil apapun (alasannya karena masih bingung dengan status pria itu dan terlebih kami tidak enak karena sudah begitu banyak hal baik yang dilakukan Hyeong kepada kami), kedua junior Hyeong justru yang bersikap lebih agresif. Mereka langsung mengambil dua buah ikat pinggang yang begitu indah dan terlihat mahal. Keduanya diberikan kepada Dephie yang masih bingung dengan apa yang terjadi. Setelah itu, junior Hyeong langsung mengambil sebuah jaket tebal dengan merek Black Yak dan langsung dipakaikan ke badanku. Mereka mengatakan jika ini hadiah dan kami tidak boleh menolaknya.

***BLACK YAK***
Black Yak merupakan merek asal Korea yang sangat terkenal untuk produk mantel musim dingin dan dinilai memiliki kualitas yang paling baik. 
Harganya pun mahal.

Setelah itu kami pulang diantarkan hingga ke hostel. Di dalam mobil akhirnya kami diberitahukan jika pria barusan adalah manajer Dongdaemun dan dia yang mengelolah pasar itu. Kami sungguh shock mendengarnya. Maka tidak heran dia begitu dihormati dan bisa meminta kami untuk mengambil apa saja yang kami inginkan.  

Kami sungguh bersyukur bertemu Hyeong di Korea dan memberikan kami malam yang begitu indah dan sukar untuk dilupakan. Akhirnya setelah mengucap selamat malam, kami akhirnya berpisah dengan Hyeong dan kedua juniornya. Malam itu kami begitu lelah karena telah melewati hari yang panjang di Seoul. Esok hari fokus kami akan dialihkan ke Konferensi KMUN hingga 4 hari kedepan.

Korea sungguh indah... bukan hanya karena musim dingin yang sedang berlangsung, namun dikarenakan kami begitu beruntung bisa bertemu dengan banyak orang yang begitu mengasihi kami....



***RINCIAN PENGELUARAN***
Jajan di Namdaemun: 10 ribu rupiah
Belanja di Namdaemun: 150 ribu rupiah
Total: 160 ribu

PS: Pengeluaran Dephie jelas lebih besar dibandingkan pengeluaranku karena dia selalu lapar mata setiap kali melihat barang-barang yang dijual. Sayangnya aku tidak begitu suka berbelanja...




Senin, 21 April 2014

Experience Seoul, South Korea (HARI KEDUA)

Minggu, 13 Januari 2013

Perjalanan berlanjut.


Kami menaiki kembali pesawat dengan nomor penerbangan yang sama dari Wuhan menuju Qingdao menggunakan maskapai China Eastern. Pukul 7.35 waktu setempat pesawat melaju membawa kami dalam penerbangan yang memakan waktu hampir 2 JAM menembus udara dingin di langit China. Seperti biasa, kami sama sekali tidak kekurangan makanan di dalam pesawat karena makanan yang disediakan BANYAK dan juga ENAK.

***ATTENTION***
Dikarenakan China Eastern adalah maskapai penerbangan milik China 
maka jangan heran jika ada menu makanan tidak halal yang disediakan. 
Misalnya daging babi kering.

Seperti halnya pada perjalanan Singapura menuju Wuhan sebelumnya, di dalam penerbangan kali inipun kami sama sekali tidak menemukan ada seorangpun penumpang yang bukan berkebangsaan China. Kami tetap menjadi satu-satunya orang Indonesia di dalam pesawat ini.

***SEDIKIT CURHATAN***
Berada di antara orang asing seperti ini, kami langsung kangen Indonesia :(

Pukul 9.15 pagi kami akhirnya mendarat di bandara Qingdao dan perasan WAS-WAS itu kembali lagi menyambut kami. Seperti halnya bandara Wuhan, bandara Qingdao kali ini juga tidak terlalu besar walaupun kali ini kami tidak perlu menaiki bis untuk menuju bandara. Seperti yang kami duga, seorang pria dengan postur tinggi besar dan BERSERAGAM MILITER sudah berdiri menyambut kami ketika kami baru saja keluar dari lorong yang menghubungkan pesawat dan bandara. Seolah tidak percaya pada siapa pun, pria ini mengumpulkan semua penumpang dengan BERTERIAK dengan bahasa Mandarin fasih (ya iyalaaah) hingga tidak ada yang tertinggal lalu memimpin jalan mengarahkan kami menuju imigrasi (padahal di sepanjang jalan terdapat tanda yang menunjukkan ke mana arah imigrasi).

Antrean panjang dan kali ini kami tidak berpikiran sama sekali untuk mengambil foto. Karena sudah mendapatkan stay permit sehari di China, kami sudah merasa aman ketika melewati imigrasi Qingdao. Setelah urusan imigrasi selesai, kami segera mengurus bagasi kami karena penerbangan berikutnya akan menggunakan pesawat yang berbeda. 

***RIDICULOUS THING***
Ketika kami sudah mengumpulkan koper kami dan memasukkan ke dalam trolley kecil, mendadak muncul sengatan listrik dari trolley kami. Sungguh! Rasanya menyakitkan. Awalnya kami mengira mungkin ada keanehan dengan genggaman trolley tersebut sehingga kami ganti dengan trolley yang lain. Namun setiap kali kami mendorongnya, trolley akan mengeluarkan sengatan listrik. Kami tertawa geli! Tidak pernah kami rasakan ada kejadian seperti ini sebelumnya. 
PS: Penumpang lain tidak ada yang bermasalah dengan trolley mereka kecuali kami.
PSS: Apa ada kemungkinan trolley di bandara Qingdao bisa mendeteksi orang Non-China???

Akhirnya dengan menggunakan jaket sebagai pelindung dari sengatan listrik, kami bergegas mendorong trolley kami menuju lantai dua di terminal keberangkatan. Suasanan di bandara Qingdao tidak terlalu ramai. Karena waktu transit kami cukup lama di Qingdao, kami memutuskan untuk berkeliling bandara dan mengunjungi toko-toko yang menjual survernir maupun makanan khas Qingdao, yang merupakan kota pelabuhan. Ada beberapa kafe yang tersebar di sepanjang bandara, begitu juga dengan restoran-restoran yang menjual makanan dengan menu seafood. Namun kami sudah kenyang menyantap makanan di dalam pesawat sehingga kami hanya berkeliling.


Restoran seafood yang banyak bertebaran di dalam bandara

Setelah cape memutari bandara dan jepret beberapa lembar foto, kami memutuskan untuk mengunjungi Informasi bermaksud menanyakan apakah ada password wifi gratis yang tersedia. Namun kali inipun kami dihadapkan pada kenyataan jika seolah tidak ada seorangpun warga China yang bisa berbahasa INGGRIS! Bahkan bagian Informasi yang seharusnya mempunyai kemampuan dasar bahasa Inggris pun mustahil ditemui di Qingdao. Setiap kali kami memulai percakapan, wanita di  Informasi itu terus berbicara dalam bahasa Mandarin tanpa mengubris jika berulang kali kami mengatakan jika kami tidak paham bahasa Mandarin sama sekali.

Kira-kira begini bentuk pembicaraan kami:
Dephie: "Miss, do you have password for the wifi?"
Petugas resepsionis: "@$!##!??!%!$!>??!"
Aku: "Miss... do you know! Password!! Pass.... word...." sambil berusaha keras berbicara dengan bahasa tubuh.
Petugas resepsionis: "%$@%#@?@!!$%?@^@"
Aku dan Dephie: (dengan senyum terpaksa) "OK! Xie Xie."

Akhirnya kami menyerah dan lebih memilih untuk duduk-duduk di dalam bandara dan sesekali keluar bandara untuk merasakan udara dingin yang benar-benar dingin. Udara di Qingdao sepertinya hampir sama dengan keadaan di Wuhan. Di luar, kami bisa melihat tumpukan salju yang mulai mencair dan di kejauhan, beberapa gedung tinggi menjulang berselimutkan salju.


Banner raksasa bertuliskan Qingdao
Pukul 1 siang kami sudah bersiap untuk check in dan bergegas meninggalkan Qingdao. Namun sekali lagi kami harus melewati pemeriksaan bandara yang sangat KETAT dan BERLEBIHAN. Aku bahkan harus membuka celana panjangku karena petugas bandara (wanita) ingin memastikan kalau tidak ada yang salah dengan bawaanku. Sungguh menyebalkan

Pukul 13.40 pesawat China Eastern dengan nomor penerbangan yang lain membawa kami menuju destinasi akhir kami: KOREA SELATAN! Sungguh tidak sabar kami untuk segera menginjakkan kaki di Seoul dan merasakan winter yang sesungguhnya!

Penerbangan dari Qingdao menuju Seoul memakan waktu sekitar 2 jam. Pukul 15.50 sang pilot akhirnya mengumumkan jika kami akan segera mendarat di Bandara Incheon. Dari atas ketinggian aku bisa melihat di tengah lautan sudah mulai bermunculan pulau-pulau kecil di tengah perairan. Semakin lama ketika pesawat semakin menurunkan ketinggiannya, kami mulai bisa melihat lebih jelas gundukan berwarna putih seperti bongkahan garam di permukaan pulau-pulau kecil itu. Itu SALJU! Dephie sangat bersemangat! Semakin lama kami bisa melihat jika daratan di sepanjang mata kami memandang melalui jendela kecil pesawat mulai menampakan gundukan salju di mana-mana. SALJU! SALJU ADA DI MANA-MANA. Bagi dua manusia yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di negara tropis seperti kami, melihat salju itu seperti melihat peselancar melihat ombak... seperti Christiano Ronaldo melihat lapangan bola....

"Akhirnya kita sampai," ujar Dephie bahagia. "Kita sampai di negeri Park Yoo Chun!"

***ADD ON INFORMATION***
Saat itu Dephie sedang tergila-gila dengan drama Korea yang berjudul I Miss You. 
Aktor utamanya adalah Park Yoo Chun.

Akhirnya setelah perjalanan panjang, kami tiba juga di Seoul, Korea Selatan! Anyeong Seoul!


Seoul, Unforgettable City

Betapa senangnya kami ketika pesawat akhirnya berhenti total, pintu pesawat terbuka, hingga akhirnya untuk pertama kali kami menginjakkan kaki di bandara Incheon. Kami bahkan terus tersenyum sembari membayangkan perjalanan super panjang yang telah kami lalui untuk bisa merasakan udara dingin Korea.


Bandara Incheon sangat indah dan hampir mirip dengan bandara Changi di Singapura; dua-duanya mengedepankan kebersihan, desain modern, dan berkelas. Itulah kenapa World Airport Award memahkotai kedua bandara tersebut sebagai bandara terbaik di dunia. Satu hal lagi yang menyenangkan tentang Korea adalah jaringan internet yang super cepat di manapun dan yang paling penting GRAATIIISS!

***SEPUTAR INTERNET DI KOREA***

  1. Korea merupakan negara yang memiliki jaringan internet tercepat di dunia.
  2. Di setiap sudut Seoul, kami dengan mudah mendapatkan jaringan wifi gratis tanpa password dengan kecepatan yang luar biasa.
  3. Kami bisa men-download, browsing di MRT, kafe, daerah seputar perkantoran, dan tentunya di hostel tempat kami menginap.
  4. Kami tidak perlu membeli simcard selama di Korea karena kami tidak akan kesulitan dalam mengakses internet terlebih narsis di Facebook dan Path.
Ketika kami sampai di bagian imigrasi, tidak ditemukan adanya petugas yang mengenakan seragam militer seperti layaknya di China dan sebaliknya, kami merasa sangat diterima di Korea. Namun sepertinya jumlah kunjungan turis ke Korea sangat tinggi di musim dingin saat itu. Karena kami harus mengantre panjang untuk mendapatkan cap di paspor kami. Satu hal yang penting untuk diingat adalah untuk mengisi formulir kedatangan yang banyak tersedia di sekitar barisan antrean menuju imigrasi. Karena setelah kami mengantre panjang ternyata kami lupa mengisi formulir kedatangan sehingga kami harus keluar dari barisan dan mulai mengantre di barisan turis yang sepertinya tidak pernah berakhir.

Dikarenakan bandara Incheon berukuran cukup besar sehingga kita harus menaiki sky train menuju sisi lain bandara untuk mengambil bagasi. Setibanya kami di tempat baggage claim ternyata koper-koper kami sudah diletakan di atas lantai karena kami melalui proses yang lama di imigrasi. Keamanan di bandara sepertinya sangat dijaga karena bagasi kami ditaruh dengan rapi di atas lantai.

Untuk sampai ke pusat kota Seoul, banyak pilihan transportasi yang bisa dipilih antara lain dengan menggunakan taksi, bus limousine atau menggunakan MRT yang langsung menghubungkan bandara dan pusat kota. Tentunya kami memilih untuk menggunakan MRT dikarenakan harganya yang lebih murah dibandingkan jika kami harus menaiki bus apalagi taksi. 


Peta Jalur MRT Seoul
Jika kita melihat peta MRT Seoul jelas akan berbeda sekali dengan tampilan peta MRT Singapura. Seoul merupakan kota yang besar dan jalurnya pun sangat banyak. Kami kemudian mencari jalur MRT dan menemukan loket penjualan tiket. Di sini kami memilih loket penjualan tiket yang bukan mesin dan kami diberitahu jika untuk sampai di kota, kami harus membeli Single Journey Ticket dan menuju Seoul Station (jalur satu) dan ketika sampai di Seoul Station, kami bisa mencari mini market atau 7 Eleven untuk membeli Seoul City Pass karena kami akan berada lama di Seoul. Seoul Station sendiri merupakan stasiun utama di Seoul. Untuk sampai di stasiun ini, kami harus transit di Stasiun Bupyeong dan mengambil jalur 1 menuju Seoul Station. Untuk membaca peta jalur MRT Seoul tidaklah susah karena di setiap jalur diberikan warna yang berbeda dan jika ingin lebih memudakan lagi, kita bisa mengandalkan nomor jalur MRT yang tertulis di setiap ujung stasiun.


Single Journey Ticket MRT Seoul


Wahana Ice Skating di Bandara Incheon 

Satu hal yang berkesan ketika kami sedang berdiri menunggu kereta datang, kami bertemu dengan seorang bapak yang sudah tua dan ternyata dia jago berbahasa INDONESIA. Bayangkan, belum sehari kami berada di Korea, kami bahkan sudah bisa bertemu orang yang mengingatkan kami pada Indonesia. Bapak ini sedang menunggu kereta bersama istri dan cucu-cucunya. Ternyata sekitar 15 tahun silam, bapak ini pernah bekerja di perlabuhan di Surabaya selama lebih dari 10 tahun. Bahkan dia sudah pernah ke Sumatera dan mengelilingi Pulau Jawa. Kami sungguh berkesan karena bapak ini walaupun sudah sangat tua namun dia masih bisa berbahasa Indonesia dengan begitu lancar.

Kereta di Korea mempunyai interval kedatangan yang tidak lama sehingga kami dengan cepat bisa berpindah dari bandara Incheon dengan kemegahan bangunannya dan mulai berpindah ke jalanan kota Seoul yang sudah dipenuhi tumpukan salju di mana-mana.

***MENGENAI MRT SEOUL***
  1. MRT Seoul pada dasarnya sangat mirip dengan MRT di Singapura dan sangat nyaman. 
  2. MRT di Seoul mempunyai jaringan wifi yang super cepat di sepanjang gerbong.
  3. MRT di Seoul mempunyai aroma yang kurang sedap (tercium seperti bau Soju). Umumnya banyak orang yang masuk ke dalam kereta dengan wajah memerah sehabis minum soju.
  4. Sebagian besar bangku diperuntukan bagi orang tua dan wanita. Selain itu, di Korea itu banyak sekali orang tua yang ditemui sehingga tidak heran bangku-bangku akan selalu penuh oleh orang tua.
  5. Karena kesibukan masyarakat Korea, maka sebagian besar orang Korea memanfaatkan waktu tempuh di dalam MRT untuk menonton drama atau acara TV melalui ponsel mereka.
  6. MRT di Seoul memperbolehkan orang untuk berjualan tapi pedagang tidak kami jumpai setiap saat.
Sampai di Seoul Station, kami segera mencari 7 Eleven untuk membeli Seoul City Pass seharga 30 ribu rupiah yang bisa di-top up dengan sejumlah uang dan jika pada akhirnya masih ada saldo, uang kita bisa di-refund di konter 7 Eleven di manapun (kita bisa menemukan konter 7 Eleven di bandara Incheon ketika hendak pulang ke Indonesia). Kami masing-masing membeli satu kartu Seoul City Pass dan membeli saldo sebesar 300 ribu rupiah yang cukup digunakan dalam dua minggu ke depan. Kartu Seoul City Pass tidak dapat di-refund namun tetap bisa digunakan jika suatu saat kembali lagi ke Korea. Kartu itu bisa jadikan sebagai kenang-kenangan dari Seoul.


Seoul City Pass. Banyak pilihan gambar yang bisa pilih.

Tanpa menunggu waktu lagi, kami segera bergegas menaiki MRT untuk menuju Stasiun Jonggak di mana hostel kami berada. Namun satu hal yang perlu diingat ketika ingin menaiki MRT dengan bawaan koper besar adalah, jangan menggunkan pintu masuk kecil bagi perorangan ke dalam stasiun karena palang yang membatasi tidak akan pernah terbuka selama ada koper yang kita bawa. Hal ini disebabkan karena pintu masuk ke dalam stasiun memiliki sensor di bawah (sekitar paha) yang akan otomatis mengunci pintu masuk jika berbenturan dengan benda keras seperti koper. Tapi jangan takut, karena pihak MRT sudah menyediakan pintu masuk khusus yang lebar di mana pintu masuk ini diperuntukan bagi orang yang membawa barang bawaan dan juga para pengguna kursi roda.

Untuk sampai di Stasiun Jonggak, kami mengambil arah menuju Stasiun Uijeongbu Bukbu di Jalur 1 dan hanya berjarak 2 stasiun dari Seoul Station. Ingat, MRT di Korea memiliki banyak pintu keluar atau EXIT sehingga untuk  menuju hostel, kita harus melalui EXIT 2. Ketika kami tiba di Stasiun Jonggak dan sambil menggerek koper besar kami, saat itu pula kami merasakan bagaimana udara musim dingin di Seoul. Udara terasa begitu dingin dan menusuk ketika kami sampai keluar dari stasiun. Sekeliling kami jalanan berselimutkan salju. Orang-orang tampak berjalan dengan terburu-buru dan perkantoran serta bangunan-bangunan di sekitar kami tampak indah dan berbeda. Tulisan Hangeul terlihat di mana-mana seolah ingin menyadarkan kami jika kami akhirnya tiba di KOREA!

Selama di Korea kami akan menginap di SEOUL HOSTEL CENTER di daerah perkantoran Jonggak. Seoul Hostel Center akan menjadi hostel pertama yang kami tempati karena kami berdua belum pernah menginap di hostel sebelumnya. Alasan aku memilih untuk menginap di Seoul Hostel Center karena mereka hostel yang menyediakan kamar bukan dormitori sehingga kami tidak perlu tidur dengan orang asing. Selain itu, karena menginap cukup lama (10 malam), kami mendapatkan harga yang lebih murah dengan membayar 25 ribu WON permalam/kamar. 

***CATATAN***
Harga 25 ribu WON adalah harga kamar tanpa jendela dan harus menginap minimal 10 hari. Harga akan berbeda untuk tipe berjendela dan durasi menginap yang lebih singkat.

Untuk mencapai Seoul Hostel Center, kami hanya perlu berjalan beberapa menit dari Stasiun Jonggak dan tepat berada di seberang Starbuck, kita bisa melihat sebuah bangunan dengan plang tulisan Korea besar-besar. Jangan pernah berharap tulisan itu berbunyi Seoul Hostel Center atau ada tulisan dalam bahasa latin yang menjelaskan keberadaan hostel ini karena kita tidak akan pernah bisa menemukannya. 

***KECURIGAAN KAMI***
Sepertinya ini hostel ilegal karena tidak memasang plang nama. Sangat dimungkinkan jika pemilik hostel tidak ingin membayar pajak. #hanya spekulasi

Awalnya kami sama sekali tidak tahu di mana letak hostel tersebut karena bangunan yang kami rujuk melalui peta yang ditampilkan di website hostelnya bukanlah sebuah hostel melainkan sebuah rumah makan sementara basement-nya merupakan bar. Tapi karena udara malam yang sangat dingin, kami memutuskan untuk masuk ke dalam bangunan itu dan mendapati sebuah tangga ke lantai dua. Di lantai dua inilah ada sebuah rumah makan tradisional Korea dan di sebelahnya terdapat sebuah lift kecil. Ternyata hostelnya ada di lantai 6 dan bisa diakses dengan menggunakan lift.

Dengan bawaan yang banyak dan udara yang dingin menusuk, kami sampai di meja resepsionis yang kecil di mana seorang pria yang masih muda dan bisa berbahasa Inggris dasar menyambut kami dengan wajah juteknya. Setelah membayar 250 ribu WON untuk menginap selama 10 hari, kami akhirnya diantarkan ke kamar. Dan apa yang kami temukan?! Sebuah kamar TERSEMPIT yang pernah kutemukan. Ukuran kamar ini hanya seluas 2X2 meter (kemungkinan) karena ukurannya sangat kecil. Kami mendapatkan tempat tidur bertingkat dan aku sangat bersyukur karena Dephie memilih untuk tidur di atas.


Peta Seoul Hostel Center Lantai 6

Awalnya kami cukup shock melihat kondisi hostel kami (terutama kamar yang begitu sempit) tapi pada akhirnya, kami begitu bersyukur karena menginap di Seoul Hostel Center. Bahkan hostel ini adalah hostel terbaik yang pernah kutempati.

***ALL ABOUT SEOUL HOSTEL CENTER***
  1. Harganya relatif lebih murah dibandingkan hostel lain di Seoul
  2. Mempunyai pilihan kamar dengan menggunakan jendela dan tidak
  3. Di setiap kamar memiliki pemanas di lantai sehingga di musim dingin, kamar akan terasa begitu hangat bahkan terkadang justru terasa terlalu panas sehingga beberapa kali kami harus membuka pintu kamar supaya kami tidak mati kepanasan
  4. Lokasi super strategis yang pernah ada. Kami baru menyadari hal ini di hari ketika kami di Seoul. Hostel ini menghubungkan kita ke GwangHwaMun Square, CheongGyeCheon Stream, GyeongBokGung Palace, Sejong Cultural Center, InSaDong, MyeongDong dan tempat-tempat lain hanya cukup BERJALAN KAKI!!
  5. Seoul Hostel Center memiliki tiga lantai yakni di lantai 5, 6, dan 7. Kami memilih lantai 6 karena dekat dengan dapur. Sementara kamar mandi wanita ada di lantai 6 dan kamar mandi pria ada di lantai 7. Jadi cukup adil untuk kami berdua.
  6. Kamar mandinya sangat BERSIH, lengkap dengan semprotan air panas
  7. Sebelum masuk ke dalam kamar, kita harus melepaskan sepatu kita dan meletakkannya di dalam rak sepatu. Sebagai gantinya sudah disediakan sendal untuk dipakai di dalam hostel.
  8. Dapurnya luas dan terdapat TV untuk menonton. Kita juga memperoleh akses bebas ke air panas, penggunaan microwave, kulkas, piring, sendok, mangkok, dan semua yang bisa ditemukan di dapur. Bahkan ada kopi sachet yang bisa diminum gratis sesukanya
  9. Di dalam dapur ada magic jar yang digunakan untuk memasak nasi dan jangan malu untuk memakannya karena nasi itu disediakan GRATIIIIS
  10. Di lantai 7 ada tiga komputer yang memiliki jaringan internet dan hampir di setiap lantai mempunyai jaringan internet yang cepat (aku bahkan men-DOWNLOAD banyak film saat waktu luang di hostel hihihihi)
  11. Di lantai 7 juga terdapat mesin cuci yang sangat modern. Cukup masukan pakaian kita dan deterjen yang sudah disediakan oleh hostel, mesin cuci akan mencuci dan mengeringkan baju kita. Setelah itu kita bisa menjemurnya di sisi lain lantai 7
  12. Di lantai 7 juga ada ruangan kecil tempat kita bisa menggunakan telepon gratis. Tapi sayang Indonesia tidak termasuk dalam daftar sehingga tidak bisa dipergunakan untuk menelepon ke rumah. Selain itu disediakan juga cermin besar, setrikaan, dan juga hair dryer.
  13. Si pemilik hostel rada jutek orangnya walaupun bisa berbahasa Inggris dengan baik
  14. Untuk informasi lebih lanjut tentang Seoul Hostel Center bisa mengakses website-nya di sini
Setelah kami unpack semua koper, kami memutuskan untuk makan malam di dapur. Dan seperti yang banyak kubaca di internet, ketika traveling ke sebuah negara dan menginap di hostel, ada satu keuntungan yang selalu didapatkan oleh para traveler: bertemu traveler lain dan menambah teman. Saat itu di dapur kami berkenalan dengan dua orang wanita, yang satu berasal dari Inggris sementara lainnya berasal dari Hongkong. Tamu dari Inggris ini akan pulang esok hari sehingga kami tidak banyak ngobrol dengannya, walaupun menurutnya dia sudah menghabiskan tiga minggu liburannya di Korea. Sementara gadis muda dari Hongkong yang bernama Savoypaper atau dipanggil Savoy ini sudah berada di Korea selama 3 BULAN! Wow! Bukan waktu yang singkat untuk menghabiskan liburan apalagi dia berlibur seorang diri. Savoy ini adalah salah satu mahasiswa jurusan arsitektur dan dia sangat ramah. Dia banyak berbagi pengalamannya selama di Korea dan dia begitu menikmati Seoul khususnya.

Malam mulai turun dan kelelahan akibat perjalanan panjang akhirnya mengalahkan kami. Kami memutuskan untuk segera istirahat karena hari yang lebih panjang menanti kami ketika matahari musim dingin di Seoul menampakkan wujudnya esok hari.

Selamat datang di Seoul, Korea Selatan!

***RINCIAN PENGELUARAN***
Tiket MRT Single Journey: 11.000
Beli tiket Seoul City Pass dan isi saldo: 330.000
Hostel untuk 10 malam: 1.250.000
Total: 1.591.000